KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha
Esa, karena dengan limpahan karunia-nya lah makalah ini dapat terselesaikan
tepat pada waktunya. Makalah ini berjudul “ Peranan
Sekolah Dasar Sebagai Lembaga Pengembangan Pendidikan Multikultural ”.
Karya tulis sederhana ini disusun
dalam rangka untuk memenuhi tugas pendidikan multikultural. Dalam penyelesaian
karya tulis ini, penulis memperoleh bantuan dari berbagai pihak. Oleh
karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada bapak dosen mata kuliah
pendidikan multkultural serta teman-teman kelompok sepuluh.
Tiada gading yang tak retak, begitu pula dengan karya tulis
ilmiah ini. Penulis menyadari bahwa karya tulis ini jauh dari kesempurnaan.
Oleh karena itu, segala kritik serta saran yang membangun dari para pembaca
akan penulis terima dengan senang hati sehingga bisa menjadi sebuah
pelajaran bagi penulis agar kelak penulis dapat membuat dengan lebih baik lagi.
Semoga makalah “ Peranan Sekolah Dasar Sebagai Lembaga Pengembangan Pendidikan
Multikultural ” dapat memberikan manfaat bagi masyarakat pada umumnya dan
pembaca pada khususnya.
DAFTAR
ISI
KATA
PENGANTAR ...................................................................................... i
DAFTAR
ISI ...................................................................................................... ii
BAB
I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang ................................................................................... 1
B.
Rumusan Masalah .............................................................................. 1
C.
Tujuan Penulisan ................................................................................ 1
BAB
II PEMBAHASAN
A.
Peranan Sekolah Dasar Sebagai Sistem Sosial……………………....2
B.
Peranan Sekolah
Dasar Sebagai Lembaga Pengembangan Budaya…4
BAB
III PENUTUP
A.
Kesimpulan ………………………………………………………....15
B.
Saran………………………………………………………………...15
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang
Pendidikan
berlangsung sepanjang hayat dan berwujud pengalaman hidup dari berbagai
lingkungan budaya. Pendidikan dan pembudayaan yang diperoleh di sekolah di
samping di rumah, di masyarakat sangat mempengaruhi perkembangan individu
selanjutnya. Pendidikan ini tidak bebas nilai, tetapi sarat dengan nilai,
termasuk nilai budaya.
Pendidikan
yang bernuansa budaya itu berlangsung sejak anak usia dini berlanjut sampai
pada jenjang pendidikan lebih lanjut bahkan sampai akhir hayat. Hal ini berarti anak
Sekolah Dasar perlu dikenalkan bahwa dirinya merupakan bagian dari aneka budaya yang ada di lingkungan terdekat dirinya
yaitu budaya sekolah. Untuk mengenalkan
anak didik kita dengan budaya tersebut maka sekolah Dasar perlu di modelkan
sebagai lembaga budaya di mana siswa bisa dapat beradaptasi secara alamiah dan berbudaya.
Pada makalah ini akan mempelajari Peranan Sekolah
Dasar Sebagai Sistem Sosial dan Lembaga Pengembangan
Budaya dalam Pendidikan Multikultural.
B.
Rumusan masalah
1.
Bagaimana peranan sekolah dasar sebagai sistem sosial?
2.
Bagaimana peranan sekolah dasar sebagai lembaga pengembangan budaya?
C.
Tujuan penulisan
1.
Untuk mengetahui peranan sekolah dasar sebagai sistem sosial.
2.
Untuk mengetahui peranan sekolah dasar sebagai lembaga pengembangan
budaya.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Peranan
Sekolah Dasar Sebagai Sistem Sosial
Sistem sosial adalah proses bertingkah laku
(dalam masyarakat) yang saling memengaruhi dan terdapat kegiatan berulang tetap
secara teratur. Faktor penting yang memiliki kekuatan mengintegrasikan sistem
sosial adalah consensus antar anggota masyarakat tentang nilai-nilai tertentu.
Reaksi dari suatu sistem sosial terhadap perubahan-perubahan yang datang dari
luar (extra system echange) tidak
selalu bersifat adjustive. Sebuah sistem social dalam kurun waktu tertentu
dapat juga mengalami konflik-konflik social yang bersifat visious circle.
Sekolah sebagai sistem sosial pada hakikatnya
merupakan susunan dari peran dan status yang berbeda-beda, dimana masing-masing
bagian tersebut terkonsentrasi pada satu kekuatan legal structural yang
menggerakkan daya orientasi demi mencapai tujuan tertentu. Tentu saja sistem
social tersebut bermuara pada status sekolah sebagai lembaga formal.
Sosialisasi dan enkulturasi melalui pendidikan dengan belajar adat (kebiasaan
sosial).
Lingkungan sekolah merupakan suatu sistem
yang terdiri dari sejumlah variabel dan faktor utama yang dapat diidentifikasi
sebagai budaya sekolah, kebijakan dan politik sekolah, kurikulum formal, dan
bidang studi. Variabel dan faktor sekolah sebagai sistem sosial itu antara lain
:
1. Kebijakan dan
politik sekolah
Kebijakan dan politik sekolah sangat menentukan ke arah
mana anak didik akan dikembangkan potensinya. Kebijakan dan politik sekolah
yang bernuansa khas dan unggul dapat dikembangkan oleh sekolah itu secara
terencana dan berkelanjutan.
2. Budaya sekolah dan kurikulum yang
tersembunyi (hidden curriculum)
Budaya yang berlangsung di sekolah dan kurikulum yang
tersembunyi sangat menentukan kepribadian yang dikembangkan pada lingkungan
sekolah. Misalnya di Sekolah Dasar tertentu dibudayakan untuk setiap hari guru
atau kepala sekolah menyambut kedatangan siswa di depan pagar secara bergiliran
untuk bersalaman untuk mengajarkan nilai keakraban, kekeluargaan, rasa saling
hormat dan kasih sayang.
3. Gaya belajar dan
sekolah
Gaya belajar siswa hendaknya diperhitungkan oleh sekolah
dalam pembuatan kebijakan dan dalam menciptakan gaya sekolah itu dalam
menciptkan kondisi belajar yang nyaman dan akrab dengan kondisi siswa. Tentu
tidak sama gaya sekolah perkotaan dengan segala fasilitasnya dengan gaya
sekolah pedesaan.
4. Bahasa dan dialek
sekolah
Bahasa dan dialek sekolah di sini berkaitan dengan bahasa
dan dialek yang digunakan di sekolah di mana sekolah itu berada. SD di Jawa,
khususnya Jawa Tengah atau sebagian Jawa Timur yang banyak menggunakan bahasa
dan dialek Jawa dapat membuat program mingguan misalnya. Kegiatan ini untuk
menumbuh sikap hormat dan kesantunan pada anak didik lewat penggunaan bahasa
dan dialek yang dibudayakan di sekolah.
5. Partisipasi dan
input masyarakat
Bila kesadaran masyarakat akan pendidikan tinggi dan
komite sekolah dipimpin oleh orang yang memiliki wawasan pendidikan yang baik
maka sekolah itu akan banyak mendapat bantuan dari masyarakat, baik dana maupun
pemantauan ke arah pengembangan sekolah ke depan. Untuk itu Komite Sekolah
perlu dipimpin oleh orang yang bukan saja dikenal, disegani dan berpengaruh di
masyarakat, tetapi juga orang yang memiliki komitemen yang tinggi terhadap
kemajuan pendidikan putra-putrinya.
6. Program penyuluhan/
konseling
Program bimbingan dan penyuluhan/ konseling akan
berperanan dalam membantu mengatasi kesulitan belajar pada anak, baik itu anak
yang mengalami kelambatan belajar maupun anak yang memiliki bakat khusus.
Kemungkinan ada anak yang lemah dalam mata pelajaran tertentu ternyata dia
memiliki bakat yang besar dalam menari dan menyanyi yang membutuhkan penyaluran
bakat yang memadai.
7. Prosedur asesmen
dan pengujian
Asesmen dan pengujian tidak identik dengan duduk di kelas
dan mengerjakan soal dalam bentuk paper-pencil test. Asesmen bersifat holistik
yang menggambarkan kemampuan aktual keseharian anak. Anak akan dinilai secara
beda dalam arti dikurangi skornya bila dia terlibat dalam tindakan yang kurang
bermoral atau sebaliknya, siswa yang menunjukkan penampilan dan sikap yang baik
akan mendapat skor tambahan.
8. Materi pembelajaran
Materi pelajaran pada semua bidang studi atau bidang yang
paling cocok dapat memasukkan materi budaya itu dalam pembelajaran. Perlu ada
bidang studi Pendidikan Multikultural tersendiri di sekolah dasar untuk lebih
mengenalkan budaya secara lebih terencana, terorganisir dan matang, bukan
sekedar dititipkan pada materi yang ada pada bidang studi yang lain.
9. Gaya dan strategi
mengajar
Tentunya guru yang sedang mengajar anak didiknya tentunya
sarat dengan nilai budaya. Dia memiliki ideologi dan nilai-nilai budaya yang
diperoleh sepanjang hidupnya. Hal itu tentunya sangat mewarnai gaya dan
strategi mengajar yang dia gunakan di sekolah.
10. Sikap, persepsi, kepercayaan dan perilaku
staff sekolah
Seluruh staff yang mendukung pembelajaran
akan sangat membantu menciptakan kondisi pembelajaran yang diinginkan dan
begitu juga sebaliknya. Staff sekolah bukan sekedar berurusan dengan benda mati
seperti kertas, penggaris, alat tulis atau tanaman yang ada di sekolah, namun
bergaul dengan seluruh komponen sekolah. Sikap sinis dan tidak peduli dari staff
sekolah akan sangat mempengaruhi kinerja sekolah. Untuk itu perlulah memilih
orang yang benar-benar cocok untuk profesi itu.
B.
Peranan Sekolah Dasar Sebagai Lembaga Pengembangan Budaya
Multikutural adalah suatu realita masyarakat
dan bangsa Indonesia. Realita tersebut memang berposisi sebagai objek dalam proses
pengembangan perencanaan dan
pelaksanaan pendidikan, termasuk di dalamnya
Pendidikan Multikultural.
Tetapi posisi sebagai objek yang terabaikan dalam pengembangan perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran ini berubah menjadi
subjek yang menentukan dalam implementasinya. Sekalipun sebenarnya multikultural menjadi penentu dalam implementasi
tetapi tetap tidak dijadikan landasan
ketika guru mengembangkan pembelajaran. Padahal multikultural itu berpengaruh langsung terhadap kemampuan guru dalam melaksanakan pembelajaran, kemampuan sekolah dalam memberikan pengalaman belajar, dan kemampuan siswa dalam proses belajar
serta mengolah informasi
menjadi sesuatu yang dapat diterjemahkan sebagai hasil belajar.
Oleh karena itu, multikultural tersebut harus menjadi faktor yang dipertimbangkan dalam penentuan filsafat, teori, visi, pengembangan pembelajaran pendidikan, termasuk di dalamnya Pendidikan Multikultural.
1. Multikuitural Sebagai Landasan Pembelajaran
Kebudayaan
adalah salah satu
landasan pengembangan dalam
kurikulum (Taba, 1962) karena menurut Ki Hajar
Dewantara akar pendidikan suatu bangsa adalah kebudayaan. Wloodkowski dan Ginsberg (1995) menyatakan
bahwa kebudayaan adalah dasar dari motivasi intrinsik dan mengembangkan
model belajar yang komprehensif
dalam arti pengajaran yang responsif terhadap kultural. Model ini merupakan
pedagogi lintas disiplin dan lintas
budaya.
Pendidikan
Multikultural digunakan
oleh pendidik untuk menggambarkan
kegiatan dengan siswa yang berbeda karena ras,
gender, kelas, atau ketidakmampuan. Tujuan kemasyarakatan
pendekatan ini adalah untuk mengurangi
prasangka dan diskriminasi terhadap kelompok yang tertindas (oppressed groups), bekerja atas dasar
kesempatan yang sama dan adanya
keadilan sosial pada semua kelompok, serta
distribusi kekuasaan yang adil di antara anggota kelompok budaya yang berbeda. Pendekatan Pendidikan Multikultural mencoba
mereformasi proses persekolahan
secara keseluruhan tanpa memandang apakah sekolah itu sekolah pinggiran yang
terbelakang atau sekolah kota yang maju.
Berbagai
praktek dan proses di sekolah direkonstruksi kembali sehingga menjadi model sekolah yang berdasarkan
persamaan dan pluralisme. Berbagai
praktek dan proses di sekolah direkonstruksi kembali sehingga menjadi model sekolah yang berdasarkan
persamaan dan pluralisme. Misalnya,
pembelajaran diorganisir seputar konsep disiplin namun materi
rincian dari konsep itu disajikan dari pengalaman dan perspektif dari berbagai kelompok berbeda. Pembelajaran
tidak memakai lagi pengelompokan berdasarkan kekuatan siswa dan tidak
ada lagi praktek yang membeda-bedakan siswa. Siswa didorong untuk menganalisa isu lewat sudut pandang yang
berbeda.
Andersen
dan Cusher (1994:320) mengatakan bahwa multikultural adalah
pendidikan mengenai keragaman kebudayaan.
Posisi kebudayaan menjadi
sesuatu yang dipelajari, jadi berstatus sebagai obyek studi. Dengan
perkataan lain, keragaman kebudayaan menjadi
materi pelajaran yang harus diperhatikan
para pengembang pembelajaran. Ini disebut belajar tentang
budaya.
pendekatan multikultural harus membantu para
pengembang dalam mengembangkan prinsip- prinsip perencanaan dan
pelaksanaan, dan dapat memaksimalkan potensi siswa dan lingkungan budayanya
sehingga siswa dapat belajar dengan lebih baik. Artinya,
pengertian pendekatan multikultural harus dapat mengakomodasi perbedaan
kultural peserta didik, memanfaatkan
kebudayaan itu bukan saja sebagai
sumber konten, melainkan juga sebagai titik
berangkat untuk
pengembangan kebudayaan itu sendiri,
pemahaman terhadap kebudayaan orang
lain, toleransi, membangkitkan
semangat kebangsaan siswa yang berdasarkan bhinneka tunggal ika, mengembangkan
perilaku yang etis,
dan yang juga tak kalah pentingnya adalah dapat memanfaatkan kebudayaan pribadi siswa sebagai bagian dari entry-behavior
siswa sehingga dapat menciptakan
"kesempatan yang sama bagi
siswa untuk berprestasi" (Boyd, 1989: 49-50).
Artinya, pengertian pendekatan multikultural dalam pembelajaran haruslah menggabungkan pengertian Pendidikan Multikultural sebagai landasan pengembangan, di samping sebagai ruang lingkup
materi yang harus dipelajari. Hal ini disebut belajar dengan budaya.
2. Perencanaan
Pembelajaran Pendidikan Multikultural
Proses pengembangan perencanaan dan
pelaksanaan pembelajaran pendidikan multikultural haruslah meliputi tiga
dimensi yaitu sebagai ide, sebagai langkah kerja oprasional (gerakan) dan
sebagai proses. Ketiga dimensi pendidikan multikutural ini berkaitan satu
dengan lainnya.
Pengembangan ide berkenaan dengan penentuan
filosofi. Model pembelajaran yang digunakan pendekatan dan teori belajar yang
digunakan. Pendekatan model evaluasi hasil belajar dan pendidikan
multicultural. Pengembangan langkah kerja operasional didasarkan pada ide yang
sudah ditetapkan sebelumnya. Secara teknis pengembangan perencanaan dan
pelaksanaan sebagai langkah kerja operasional berkenaan dengan keputusan
tentang informasi dan jenis dokumen yang akan dihasilkan. Bentuk format
silabus, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran harus dikembangkan. Pengembangan
pembelajaran sebagai ide dan langkah kerja operasional diperlukan
sosialisasi agar terjadi kesinambungan pemikiran-pemikiran para pengambil
keputusan pelaksanaan dengan para pengembang teknis di lapangan.
Untuk konteks otonomi, pengembangan ide dan pelaksanaan
pembelajaran dari pusat lebih banyak berisikan prinsip dan petunjuk teknis
sedangkan kewenangan dalam pengembangan yang lebih operasional dan rinci
diberikan kepada daerah. Pada konteks sentralisasi, pengembangan perencanaan
dan pelaksanaan pembelajaran sebagai ide dan pelaksanaan pembelajaran memang
tetap ada pada pusat tetapi harus tetap memberikan ruang yang besar bagi daerah
untuk memasukan karakteristik budayanya.
Pengembangan perencanaan dan pelaksanaan sebagai proses
terjadi pada unit pendidikan dalam hal ini adalah sekolah. Pengembangan ini
haruslah didahului oleh sosialisasi agar para pengembang (guru ) dapat
mengembangkan perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran, proses belajar dikelas
dan evaluasi sesuai dengan prinsip pendekatan multicultural. Sosialisasi yang
dilakukan haruslah dilakukan oleh orang orang terlibat dalam proses
pengembangan perencanaan dan pelaksanaan sebagai dokumen kalau orang yang
terlibat dalam pengembangan ide tidak memungkinkan secara teknis. Diperlukan
adanya tim sosialisasi kerja yang sepenuhnya faham dengan karakteristik
perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran multikultural. Pada tahap ini, target
utama adalah para guru paham dan berkeinginan untuk mengembangkan RPP multikultural
dalam kegiatan belajar yang menjadi tanggung jawabnya.
3. Pengembangan
Pendekatan Multikultural Sebagai Ide
Pengembangan pembelajaran sebagai ide adalah langkah awal
yang sangat menentukan karakteristik pembelajaran di masa mendatang : apakah
yang akan di hasilkan adalah perencanaan dan pelaksanaan multikultural,
perencanaan dan pelaksanaan monokultural, ataukah perencanaan dan pelaksanaan
yang diberlakukan secara umum tanpa memperhatikan perbedaan kultural yang
ada. Oleh karena pembahasan dan keputusan tentang dimensi ide suatu perencanaan
dan pelaksanaan sangat penting.
Suatu prinsip yang harus diperhatikan dalam pengembangan
pembelajaran multicultural adalah keadaan keseragaman dalam perencanaan dan
pelaksanaan. Pada saat lampau keseragaman tersebut terlihat pada keseragaman
pendekatan perencanaan dan pelaksanaan untuk setiap jenjang pendidikan yaitu
perencanaan dan pelaksanaan pendidikan disiplin ilmu.
Untuk perencanaan dan pelaksanaan multicultural
pendekatan pendidikan disiplin ilmu bagi perencanaan dan pelaksanaan pendidikan
dasar harus ditinggalkan sama sekali. (Hasan,2006). Alas an pertama adalah
tidak semua orang akan menjadi ilmuan, alasan kedua adalah terlalu dini untuk
memasukan siswa pendidikan dasar dalam kotak-kotak kepentingan disiplin ilmu.
Pendidikan dasar adalah pendidikan minimal untuk memberikan kualitas minimal
bangsa Indonesia. Pendidikan disiplin ilmu tidak memiliki kapasitas untuk
mengembangkan seluruh aspek kepribadian dan kemanusiaan seorang siswa padahal
pendidikan dasar harus bertujuan pada pengembangan kualitas manusia yang
berbudaya.
Perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran harus secara
tegas menyikapi bahwa siswa bukan belajar untuk kepentingan mata pelajaran
tetapi mata pelajaran adalah wahana mengembangkan kepribadian siswa. Oleh
karena itu, pendekatan bukan pada banyaknya materi yang harus dipelajari tetapi
bagaimana mempelajarinya.
Secara teknis filsafat pendidikan dasar harus berubah
dari esensialisme kea rah yang lebih humanism atau bahkan rekontruksi social.
Masalah-masalah yang berkembang dalam masyarakat, tuntutan masyarakat dan
keunggulan masyarakat dapat dijadikan materi pelajaran. Budaya masyarakat
menjadi sumber, obyek sekaligus dasar untuk mengembangkan proses belajar dan
sebagai sumber belajar. Dengan perubahan filosofi ini maka sifat pembelajaran
lebih terbuka terhadap berbagai perkembangan yang terjadi dimasyarakat termasuk
perubahan dan pengembangan kebudayaan. Untuk itu diperlukan adanya revisi
terhadap tujuan materi proses belajar dan evaluasi yang dikembangkan.
Pendekatan multicultural bukan saja mampu
menjadi media pengembangan budaya local tetapi juga merupakan media
pengembang budaya nasional maupun budaya universal. Kebudayaan local menjadi
dasar dalam mengembangkan kebudayaan nasional. Prinsip ini mutlak harus
dikembangkan karena keragaman budaya adalah sumber yang tak ternilai bagi
perkembangan kebudayaan nasional. Kebudayaan nasional itu menjadi landasan
dalam memahami budaya universal. Pengembangan perencanaan dan pelaksanaan dalam
dimensi ide harus jelas mengungkapkan hal ini dan kemudian harus tercermin
dalam pengembangan perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran.
Faktor-faktor Pengembangan
Pendekatan Multikultural
a.
Pengembangan Pendekatan Multikultural sebagai
Gerakan
Pendekatan pengembangan multicultural sebagai gerakan
menyangkut pengembangan pembelajaran berbasis budaya. Seluruh komponen sekolah
harus berlandaskan budaya. Pembelajaran seperti tujuan, konten, pengalaman
belajar dan evaluasi dilakukan dengan berbasiskan budaya. Rumusan yang
berdasarkan pandangan behaviorisme dan menghendaki rumusan tujuan yang terukur
perlu kita tinggalkan. Para pengembang harus dapat membuka diri untuk menyadari
bahwa tidak semua kualitas manusia dapat di ukur berdasar criteria tertentu.
Ada tujuan tujuan yang dapat di ukur dan dikuasai dalam satu atau dua
pengalaman belajar, tetapi ada juga tujuan yang baru tercapai dalam waktu
belajar yang panjang.
Sesuai dengan pendekatan multicultural, sumber kualitas
yang di nyatakan dalam perencanaan dan pelaksanaan tidak pula terbatas pada
kualitas yang ditentukan oleh disimplin ilmu semata. Kualitas manusia seperti
bertata karma (santun), religious, toleransi, kreativitas, disiplin, kerja
keras, kemampuan kerja sama. Berpikir kritis dan sebagainya harus dapat
ditonjolkan sebagai tujuan pembelajaran. Kualitas tertentu yang di rasakan
penting oleh kelompok budaya dan social tertentu harus dapat dikembangkan dan
oleh karenanya pembelajaran harus memberikan kemungkinan adanya pengembangan
tujuan di komunitas dan lingkungan budaya tertentu.
Demikian pula kualitas seperti kemampuan berpartisipasi
dalam kehidupan masyarakat. Kemampuan mencari dan mengolah informasi, kemampuan
menggunakan budaya untuk pembelajaran, kemampuan komunikasi dan sebagainya
harus dapat di kemukakan sebagai tujuan yang sama pentingnya dengan tujuan yang
berasal dari disiplin ilmu.
Perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran Pendidikan
Multikultural menghendaki adanya pengertian konten yang berbeda dari pengertian
yang dianut dalam kurikulum 1975 dan 1984. Kurikulum 1984 memang mencoba untuk
mengembangkan pengertian konten yang lebih luas tetapi belum mencakup
keseluruhan gerak pengembangan. Pengertian konten harus diartikan lebih luas
yang mencakup hal-hal substansi (teori, generalisasi, konsep, fakta, nilai,
keterampilan, dan proses).
Masyarakat sebagai sumber belajar harus dapat
dimanfaatkan sebagai sumber konten perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran.
Oleh karena itu, nilai, moral, kebiasaan, adat/tradisi, dan cultural traits
tertentu harus dapat diakomodasi sebagai konten perencanaan dan pelaksanaan
pembelajaran. Konten pembelajaran haruslah tidak bersifat formal semata tetapi
society and cultural based dan terbuka pada masalah yang hidup dalam
masyarakat. Konten pembelajaran haruslah menyebabkan siswa merasa bahwa sekolah
bukanlah institusi yang lepas dengan masyarakat. Tetapi sekolah adalah suatu
lemaga social dan lembaga budaya yang hidup dan berkembang dimasyarakat
selanjutnya konten pembelajaran harus dapat mengembangkan kualitas kemanusiaan
peserta didik..
Pengembangan komponen proses dalam pembelajran
menghendaki pendekatan yang menempatkan siswa sebagai subjek dalam belajar.
Dalam posisi sepeti ini maka siswa bejar dan berinteraksi dengan sumber
belajar (termasuk masyarakat. Guru bertindak sebagai orang yang memberi
kemudahan bagi siswa dalam belajar. Oleh karena itu, dalam pembelajaran
pendidkan multikulturak siswa sebagai subjek dalam belajar member arti bahwa
metode adalah alat guru dalam membantu siswa belajar. Metode guru ditentukan
oleh cara siswa belajar.
b. Pengembangan Perencanaan dan Pelaksanaan Pembelajaran
Sebagai Proses
Pengembangan Perencanaan dan Pelaksanaan pembelajaran
sebagai proses sangat ditentukan oleh guru berdasarkan kondisi budaya siswa.
Pendidikan multicultural sebagai proses harus sesuai Pendidikan Multikultural
dengan sebagai ide.
Pengetahuan, Pemahaman, dan sikap serta kemauan guru
terhadap Pendidikan Multikultural akan sangat menentukan keberhasilan
pelaksanaan perencanaan dan pelaksanaan sebagai proses.
Ada empat hal yang harus diperhatikan guru dalam
mengembangkan Pendidikan Multikultural sebagai proses, yaitu :
a. Posisi
siswa sebagai subjek dalam belajar.
b.Cara belajar siswa yang
ditentukan oleh latar belakang budayanya.
c. Lingkungan
budaya mayoritas masyarakat dan pribadi siswa adalah entry behavior cultural
siswa.
d.
Lingkungan budaya siswa sebagai sumber
belajar.
Posisi keragaman yang berada pada tataran sekolah dan
masyarakat tak boleh diabaikan. Oleh karena itu, keragaman social dan budaya
harus menjadi factor yang dipertimbangkan dalam penentuan filsafat teori, visi,
pengembangan dokumen, sosialisasi kurikulum, dan pelaksanaan perencanaan dan
pelaksanaan pembelajaran.
Pendidikan berlangsung sepanjang hayat dan berwujud
pengalaman hidup dari berbagai lingkungan budaya mempengaruhi perkembangan
individu itu selanjutnya. Pendidikan yang bernuansa budaya itu berlangsung
sejak anak usia dini berlanjut sampai pada jenjang pendidikan lebih lanjut
bahkan sampai akhir hayat. Hal ini berarti anak Sekolah Dasar perlu dikenalkan
bahwa dirinya merupakan bagian dari boneka budaya yang ada di lingkungan
terdekat dirinya: budaya keluarga, budaya masyarakat, budaya bangsa dan Negara,
dan mengenal berbagai budaya dunia.
Pada umumnya sekolah dasar di daerah perkotaan telah menjadi
komunitas budaya yang plural dan muncul sebagai model masyarakat yang
mutikultural. Kenyataan ini seharusnya memperkuat kebersamaan antar-kelompok
budaya, saling mengenal, saling tergantung dan saling menghargai.
4. Langkah-langkah Pembelajaran Berbasis Budaya Menuju
Transformasi Kurikulum Multikultural di Sekolah Dasar
Tahap transformasi kurikulum berikut diadaptasi dari
beberapa model yang ada, termasuk oleh Banks (1993) dan McIntosh (2000), dan
Paul C. Gorski.
Tahap 1. Status Quo atau Kurikulum Dominan (curriculum of
the mainstream)
Di Amerika, kurikulum dominan berpusat pada Eropah dan
pria. Kurikulum sangat mengabaikan pengalaman, suara, sumbangan, dan perspektif
dari individu dan kelompok non-dominan pada semua bidang. Semua materi
pendidikan yang mencakup buku teks, film, dan alat belajar yang lain menyajikan
informasi dalam format yang Eropah-sentris dan pria sentris murni.
Sleeter dan Grant (1999: 37) melihat tahap ini bertujuan
mengasimilasi siswa yang terabaikan. Kurikulum dan pembelajaran berfokus pada
"strategi mengajar yang memperbaiki kekurangan atau membangun jembatan
antara siswa dan sekolah ".
Tahap
2. Hari Libur dan Pahlawan (Makanan, Festival, & Kesenangan)
Pada tahap ini ada kegiatan "merayakan"
perbedaan dengan menyatukan informasi atau sumber tentang orang terkenal dan
benda budaya dari berbagai kelompok ke dalam kurikulum yang dominan. Papan
pengumuman dapat berisi gambar dari tokoh-tokoh kelompok yang bukan dominan dan
guru dapat merencanakan perayaan khusus untuk Hari Kartini, Hari Anak, Hari
Pahlawan atau HUT Kemerdekaan. Pagelaran tentang “budaya yang lain” berfokus
pada kostum, makanan, musik, dan item budaya yang dapat diraba lainnya (other
tangible cultural items).
Kekuatan dari tahap ini adalah bahwa pengajar mencoba
mendiversifikasi kurikulum dengan memberi materi dan pengetahuan di luar budaya
dominan dan bahwa pendekatan Hari Libur dan Pahlawan benar-benar mudah
diimplimentasikan dengan hanya memerlukan sedikit pengetahuan baru.
Tahap
3: Integrasi
Pada tahap Integrasi, guru melampaui kepahlawanan dan
hari libur dengan menambahkan materi dan pengetahuan substansial tentang
kelompok bukan dominan ke dalam kurikulum. Pengajar dapat menambahkan pada
koleksi buku yang ditulis oleh penulis dari kelompok lain. Ia dapat menambahkan
suatu unit yang mencakup, misalnya, peranan wanita pada Perang Dunia I. Guru
musik dapat menambah dari daerah Papua atau tarian Cakalele dari Maluku Utara.
Pada level sekolah, sejarah kota tertentu dapat ditambahkan pada keseluruhan
kurikulum.
Tahap
4. Belajar dan Mengajar Antarbudaya (Kamus Budaya)
Guru mempelajari tradisi dan perilaku budaya asal
siswanya dalam upaya untuk lebih memahami bagaimana guru itu harus
memperlakukan siswa itu. Di Barat, khususnya Amerika Serikat, guru memiliki
buku pegangan yang mendeskripsikan bagaimana mereka seharusnya berhubungan
dengan siswa Afrika-Amerika, siswa Latin, siswa Asia Amerika, siswa Amerika
Asli, dan kelompok lain berdasarkan interpretasi terhadap tradisi dan gaya
komunikasi dari kelompok tertentu itu. Di Indonesia, khususnya di Jawa guru
perlu lebih mengenal budaya Jawa secara utuh budaya Jawa walaupun dia berasal
dari luar Jawa.
Tahap
5: Reformasi Struktural
Materi, perspektif, dan suara baru diserukan dengan
kerangka kerja pengetahuan yang mutakhir untuk memberi tahap pemahaman baru
dari kurikulum yang lebih lengkap dan akurat. Guru mendedikasikan dirinya untuk
memperluas dasar pengetahuannya secara berkelanjutan melalui eksplorasi
berbagai perspektif, dan berbagi pengetahuan dengan siswanya. Siswa belajar
memandang peristiwa, konsep, dan fakta melalui berbagai kacamata. Misalnya,
untuk "Sejarah Amerika" mencakup sejarah orang Afrika-Amerika,
Sejarah Wanita, Sejarah orang Asia Amerika, Sejarah orang Amerika Latin, dan
semua bidang pengetahuan yang berbeda.
Tahap
6 Hubungan Manusia (Mengapa-kita-tidak-semuanya-ikut-serta)
Anggota masyarakat sekolah didorong untuk memperingati
perbedaan dengan membuat hubungan lintas identitas kelompok yang berbeda. Guru
memperlihatkan antusiasme untuk mempelajari tentang budaya “yang lain” melalui
pendekatan Belajar dan Mengajar Antarbudaya (Intercultural Teaching and
Learning approach). Guru menggambarkan pengalaman pribadi siswa sehingga siswa
dapat belajar dari masing-masing yang lain. Melalui hubungan antar pribadi, itu
siswa dapat mengenal budaya siswa yang lain. Perbedaan pengalaman dan budaya
siswa yang berbeda-beda itu dilihat sebagai aset yang memperkaya pengalaman
kelas.
Tahap
7. Pendidikan Multikultural Selektif (Kita melakukan Pendidikan Multikultural
secara temporer)
Guru dan staf memulai program temporer dan satu waktu
tertentu dengan mengenal adanya keketidak samaan dalam berbagai aspek
pendidikan. Mereka dipanggil bersama-sama dalam suatu pertemuan untuk
mendiskusikan konflik rasial atau mendatangkan seorang konsultan untuk membantu
guru merancang perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran yang ditujukan untuk
berbagai kelompok yang berbeda.
Tahap
8. Pendidikan Multikultural Transformatif (Pendidikan persamaan dan Keadilan
Sosial)
Semua praktek pendidikan dimulai dengan penentuan yang
sama pada semua aspek sekolah dan persekolahan dan menjamin bahwa semua siswa
memiliki kesempatan yang sama untuk menggapai potensi sepenuhnya sebagai
pelajar. Semua praktek pendidikan yang menguntungkan suatu kelompok yang merugikan
kelompok lain diubah untuk menjamin persamaan.
5. Strategi Pembelajaran dan Metode
untuk Humanisasi Pendidikan Multikultural
Pilihan
strategi yang digunakan dalam mengembangkan pembelajaraan berbasis
multikultural, antara lain: strategi kegiatan belajar bersama-sama (Cooperative Learning), yang dipadukan
dengan strategi pencapaian konsep (Concept
Attainment) dan strategi analisis nilai (Value Analysis); strategi analisis
sosial (Social Investigation).
Beberapa Pilhan strategi ini dilaksanakan secara simultan, dan harus tergambar
dalam langkah-langkah model pembelajaran berbasis multikultural.
1. Strategi Pencapaian Konsep
Digunakan
untuk memfasilitasi siswa dalam melakukan kegiatan eksplorasi budaya lokal
untuk menemukan konsep budaya apa yang dianggap menarik bagi dirinya dari
budaya daerah masing-masing, dan selanjutnya menggali nilai-nilai yang
terkandung dalam budaya daerah asal tersebut.
2. Strategi cooperative learning
Digunakan
untuk menandai adanya perkembangan kemampuan siswa dalam belajar bersama-sama
mensosialisasikan konsep dan nilai budaya lokal dari daerahnya dalam komunitas
belajar bersama teman. Dalam tataran belajar dengan pendekatan multikultural,
penggunaan strategi cooperative learning,
diharapkan mampu meningkatkan kadar partisipasi siswa dalam melakukan
rekomendasi nilai-nilai lokal serta membangun cara pandang kebangsaan,
meningkatkan kualitas dan efektivitas proses belajar siswa, suasana belajar
yang kondusif dalam pembelajaran.
3. Strategi analisis sosial
Difokuskan
untuk melatih kemampuan siswa berpikir secara induktif, dari setting ekspresi
dan komitmen nilai-nilai budaya lokal (cara pandang lokal) menuju kerangka dan
bangunan tata pikir atau cara pandang yang lebih luas dalam lingkup nasional
(melalui cara pandang kebangsaan).
4. Strategi analisis nilai
Dari
kemampuan ini, siswa memiliki keterampilan mengembangkan kecakapan hidup dalam
menghormati budaya lain, toleransi terhadap perbedaan, akomodatif, terbuka dan
jujur dalam berinteraksi dengan teman (orang lain) yang berbeda suku, agama
etnis dan budayanya, memiliki empati yang tinggi terhadap perbedaan budaya
lain, dan mampu mengelola konflik dengan tanpa kekerasan (conflict non violent).
Bertolak
dari keempat strategi pembelajaran di atas, pola pembelajaran berbasis
multikultural dilakukan untuk meningkatkan kesadaran diri siswa terhadap
nilai-nilai keberbedaan dan keberagaman yang melekat pada kehidupan siswa lokal
sebagai faktor yang sangat potensial dalam membangun cara pandang kebangsaan. Dengan
kesadaran diri siswa terhadap nilai-nilai lokal, siswa di samping memiliki
ketegaran dan ketangguhan secara pribadi, juga mampu melakukan pilihan-pilihan
rasional (rational choice) ketika
berhadapan dengan isu-isu lokal, nasional dan global. Siswa mampu menatap
perspektif global sebagai suatu realitas yang tidak selalu dimaknai secara
emosional, akan tetapi juga rasional serta tetap sadar akan jati diri bangsa
dan negaranya. Kemampuan akademik tersebut, salah satu indikasinya ditampakkan
oleh siswa dalam perolehan hasil pembelajaran yang dialami.
Kriteria
yang dapat digunakan untuk mengetahui keberhasilan kegiatan belajar siswa
adalah laporan kerja (makalah), unjuk kerja dan partisipasi yang ditampilkan
oleh siswa dalam pembelajaran dengan cara diskusi dan curah pendapat, yang
meliputi rasional berpendapat, toleransi dan empati terhadap menatap
nilai-nilai budaya daerah asal teman, serta perkembangan prestasi belajar siswa
setelah mengikuti tes di akhir pembelajaran. Selain itu, kriteria lain yang dapat
digunakan adalah unjuk kerja yang ditampilkan oleh guru di dalam melaksanakan
pendekatan multikultural dalam pembelajarannya.
Guru
yang bersangkutan selalu terlibat dalam setiap fase kegiatan pembelajaran, baik
dalam kegiatan diskusi dan refleksi hasil temuan awal, penyusunan rencana
tindakan, pelaksanaan tindakan, pengamatan dalam pelaksaan tindakan, diskusi
dan refleksi hasil pelaksanaan tindakan, dan penentuan/penyususunan rencana
tindakan selanjutnya dalam pencapain tujuan pembelajaran.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Lingkungan sekolah secara keseluruhan merupakan suatu sistem
yang terdiri dari sejumlah
variabel dan faktor utama yang dapat diidentifikasi sebagai budaya
sekolah, kebijakan dan politik
sekolah, dan kurikulum
formal dan bidang studi.
Variabel dan faktor sekolah sebagai sistem sosial
yaitu kebijakan dan politik sekolah, budaya sekolah dan kurikulum yang
tersembunyi, gaya belajar dan sekolah, bahasa dan dialek sekolah, partisipasi
dan input masyarakat, program penyuluhan/konseling, prosedur asesmen dan
pengujian, materi pembelajaran, gaya dan strategi mengajar dan sikap, persepsi,
kepercayaan dan perilaku stap sekolah.
Multikutural adalah suatu realita masyarakat
dan bangsa Indonesia. Realita tersebut memang berposisi sebagai objek dalam proses
pengembangan perencanaan dan
pelaksanaan pendidikan, termasuk di dalamnya
Pendidikan Multikultural.
Tetapi posisi sebagai objek yang terabaikan dalam pengembangan perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran ini berubah menjadi
subjek yang menentukan dalam implementasinya.
Oleh karena itu, multikultural tersebut harus menjadi faktor yang dipertimbangkan dalam penentuan filsafat, teori, visi, pengembangan pembelajaran pendidikan, termasuk di dalamnya Pendidikan Multikultural.
B.
Saran
Masyarakat dan bangsa Indonesia memiliki keragaman sosial,
budaya, aspirasi politik, dan kemampuan ekonomi. Keragaman tersebut
berpengaruh langsung terhadap kemampuan guru dalam melaksanakan kurikulum,
kemampuan sekolah dalam menyediakan pengalaman belajar, dan kemampuan siswa
dalam berproses dalam belajar serta mengolah informasi menjadi sesuatu yang
dapat diterjemahkan sebagai hasil belajar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar